Penolakan Buruh Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tentang Pengupahan
Pada tanggal 16 September 2015 dari berita yang dimuat di
liputan6.com, ribuan buruh melakukan aksi turun kejalan dengan melakukan long march dengan berjalan kaki dari
Bandung menuju Jakarta. Aksi dari ribuan buruh tersebut merupakan bentuk
penolakan atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tentang
pengupahan. Mereka juga menolak formula kenaikan upah minimum yang hanya
berdasarkan inflasi plus Produk Domestik Bruto. Dalam aksi tersebut kaum buruh
mengajukan tuntutan dicabutnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 karena dinilai
melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 tentang kehidupan layak.
Berdasarkan kasus diatas, dapat dijelaskan dalam teori
marxisme yang beranggapan bahwa seluruh manusia harus hidup setara tanpa
pembedaan kelas. Teori marxisme adalah teori yang menentang kapitalisme, dimana
kapitalisme menyatakan bahwa manusia hidup berkelas-kelas, yang kaya akan
selamanya kaya dan yang miskin akan selamanya miskin. Hal yang paling mendasar
dalam teori marxisme adalah bagaimana setiap individu dapat memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, dan papan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar.
Teori marxisme sendiri adalah teori yang berpihak kepada kaum proletar karena
disadari oleh Karl Marx sendiri, kepemilikan pribadi dan pengusaha kekayaan
hanya dapat mensejahterakan kaum borjuis. Ketika kaum proletar hidup
didaerah-daerah yang kumuh dengan kehidupan yang serba sulit, sangat kontras
sekali dengan kaum proletar yang hidup di daerah yang mewah dengan kehidupan
yang serba mudah. Apabila kondisi ini terus dibiarkan maka kaum proletar akan
menuntut keadilannya.
Tindakan yang diambil para buruh sendiri apabila dikaji
berdasarkan sudut pandang Marxisme adalah tindakan yang wajar karena mereka
menuntut kesejahteraan dan keadilan. Mereka memandang bahwa PP Nomor 78 sendiri
adalah bentuk ketidak pedulian pemerintah tentang nasib buruh. Karena kebijakan
pemerintah tersebut dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan pokok yang semakin
hari terus melonjak. Hal yang bersifat
mendasar inilah yang mendorong para buruh untuk melakukan aksi penolakan
terhadap PP Nomer 78 tentang pengupahan. Karena secara faktual mereka bekerja
tujuannya adalah bukan untuk memperkaya diri, melainkan demi memenuhi kebutuhan
dasar masing-masing individu. Buruh memerlukan upah yang sepadan dengan keringat mereka karena mereka juga mempunyai
keluarga yang harus dihidupi.
Peraturan Pemerintah Nomer 78 tentang pengupahan tidak
berkorelasi dengan realitas yang ada pada masa ini. Dalam peraturan adalah
tentang penaikan upah buruh sebesar Rp. 400.000 atau naik 14,5% dari yang
semula adalah Rp. 2,7 juta menjadi Rp. 3,1 juta. Sementara untuk di wilayah
Jakarta, kenaikan ini dirasa kurang karena biaya hidup di Jakarta sendiri
sangat tinggi. Untuk harga satu karung beras rata-rata mencapai Rp.50.000 per karungnya. Apalagi
buruh yang memiliki keluarga, banyak sekali kebutuhan hidup yang harus dipenuhi
mulai dari uang jajan anak, belanja istri, dana pendidikan serta kebutuhan
dasar lain yang harus dipenuhinya. Peraturan Pemerintah Nomer 78 merupakan kado
pahit bagi para buruh karena tidak tercapainya kesejahteraan mereka.
Penuntutan akan kesejahteraan ini merupakan implementasi
dari teori marxisme. Karena yang diinginkan oleh para buruh ini adalah
kesejahteraan dan keadilan yang mereka perjuangkan. Para buruh juga merupakan
manusia yang memiliki hak untuk menikmati hidup setara dengan para kaum
borjuis. Para buruh tentunya juga menginginkan anak-anak mereka bisa menikmati
pendidikan, hak untuk hidup layak, serta hak hak dasar yang sesuai dengan Hak
Asasi Manusia.
Ada beberapa solusi yang bisa diambil untuk mengatasi
kasus buruh ini. Solusi pertama adalah mengkaji ulang PP Nomer 78 tentang
Pengupahan. Tujuan pengkajian ulang ini adalah untuk mencari nominal upah yang
sesuai untuk upah buruh tersebut dengan mempertimbangkan laju inflasi. Solusi
kedua adalah meneliti harga pasaran kebutuhan pokok sehari-hari sehingga upah
buruh dapat disesuaikan dengan harga kebutuhan pokok dan memberikan keringanan
berupa penurunan harga kebutuhan pokok khusus buruh. Apabila tidak bisa
menurunkan kebutuhan pokok, tindakan lainnya adalah mengkondisikan perusahaan
tempat buruh bekerja untuk memperhatikan kebutuhan sehari-hari buruh dengan
memberikan kebutuhan sehari-hari buruh yang bekerja diperusahaan mereka,
caranya bisa dengan memberikan kebutuhan bulanan seperti sembako untuk para
buruh secara rutin setiap bulan, dengan begini dapat mengurangi ke biaya
pengeluaran bulanan para buruh. Itu adalah beberapa solusi yang bisa diambil
perusahaan maupun pemerintah dalam
menangani kebutuhan pokok. Untuk kebutuhan pendidikan, pemerintah maupun
perusahaan bisa bekerja sama dengan memanfaatkan tenaga pendidik muda atau
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang pendidikan untuk bekerja sama
dalam memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anak buruh yang memerlukan
pendidikan untuk usia sekolah dengan ini dapat membantu para buruh dalam
meringankan biaya pendidikan anak-anaknya. Kepada para buruh laki-laki yang
berkeluarga dan memiliki istri, perusahaan atau pemerintah dapat memberikan
keterampilan khusus seperti menjahit, atau membuat kerajinan tangan yang
nantinya skill ini akan sangat berguna dalam membantu perekonomian keluarga
mereka. Beberapa kebijakan tersebut bisa berupa Corporate Social Responsibility
perusahaan dalam mengatasi kebijakan PP Nomer 78 tentang pengupahan.
Itulah opini penulis tentang Penolakan Buruh Nomor 78
tentang pengupahan. Beserta solusi yang diambil oleh para pihak terkait untuk
mengatasi perekonomian dan kesejahteraan buruh Indonesia. Karena semua masalah
pasti ada solusinya.
No comments:
Post a Comment