Saturday, November 21, 2015

Penolakan Buruh Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tentang Pengupahan

Pada tanggal 16 September 2015 dari berita yang dimuat di liputan6.com, ribuan buruh melakukan aksi turun kejalan dengan melakukan long march dengan berjalan kaki dari Bandung menuju Jakarta. Aksi dari ribuan buruh tersebut merupakan bentuk penolakan atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tentang pengupahan. Mereka juga menolak formula kenaikan upah minimum yang hanya berdasarkan inflasi plus Produk Domestik Bruto. Dalam aksi tersebut kaum buruh mengajukan tuntutan dicabutnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 karena dinilai melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 tentang kehidupan layak.

Berdasarkan kasus diatas, dapat dijelaskan dalam teori marxisme yang beranggapan bahwa seluruh manusia harus hidup setara tanpa pembedaan kelas. Teori marxisme adalah teori yang menentang kapitalisme, dimana kapitalisme menyatakan bahwa manusia hidup berkelas-kelas, yang kaya akan selamanya kaya dan yang miskin akan selamanya miskin. Hal yang paling mendasar dalam teori marxisme adalah bagaimana setiap individu dapat memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar. Teori marxisme sendiri adalah teori yang berpihak kepada kaum proletar karena disadari oleh Karl Marx sendiri, kepemilikan pribadi dan pengusaha kekayaan hanya dapat mensejahterakan kaum borjuis. Ketika kaum proletar hidup didaerah-daerah yang kumuh dengan kehidupan yang serba sulit, sangat kontras sekali dengan kaum proletar yang hidup di daerah yang mewah dengan kehidupan yang serba mudah. Apabila kondisi ini terus dibiarkan maka kaum proletar akan menuntut keadilannya.

Tindakan yang diambil para buruh sendiri apabila dikaji berdasarkan sudut pandang Marxisme adalah tindakan yang wajar karena mereka menuntut kesejahteraan dan keadilan. Mereka memandang bahwa PP Nomor 78 sendiri adalah bentuk ketidak pedulian pemerintah tentang nasib buruh. Karena kebijakan pemerintah tersebut dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan pokok yang semakin hari terus melonjak. Hal  yang bersifat mendasar inilah yang mendorong para buruh untuk melakukan aksi penolakan terhadap PP Nomer 78 tentang pengupahan. Karena secara faktual mereka bekerja tujuannya adalah bukan untuk memperkaya diri, melainkan demi memenuhi kebutuhan dasar masing-masing individu. Buruh memerlukan upah yang sepadan dengan  keringat mereka karena mereka juga mempunyai keluarga yang harus dihidupi.

Peraturan Pemerintah Nomer 78 tentang pengupahan tidak berkorelasi dengan realitas yang ada pada masa ini. Dalam peraturan adalah tentang penaikan upah buruh sebesar Rp. 400.000 atau naik 14,5% dari yang semula adalah Rp. 2,7 juta menjadi Rp. 3,1 juta. Sementara untuk di wilayah Jakarta, kenaikan ini dirasa kurang karena biaya hidup di Jakarta sendiri sangat tinggi. Untuk harga satu karung beras rata-rata  mencapai Rp.50.000 per karungnya. Apalagi buruh yang memiliki keluarga, banyak sekali kebutuhan hidup yang harus dipenuhi mulai dari uang jajan anak, belanja istri, dana pendidikan serta kebutuhan dasar lain yang harus dipenuhinya. Peraturan Pemerintah Nomer 78 merupakan kado pahit bagi para buruh karena tidak tercapainya kesejahteraan mereka.

Penuntutan akan kesejahteraan ini merupakan implementasi dari teori marxisme. Karena yang diinginkan oleh para buruh ini adalah kesejahteraan dan keadilan yang mereka perjuangkan. Para buruh juga merupakan manusia yang memiliki hak untuk menikmati hidup setara dengan para kaum borjuis. Para buruh tentunya juga menginginkan anak-anak mereka bisa menikmati pendidikan, hak untuk hidup layak, serta hak hak dasar yang sesuai dengan Hak Asasi Manusia.

Ada beberapa solusi yang bisa diambil untuk mengatasi kasus buruh ini. Solusi pertama adalah mengkaji ulang PP Nomer 78 tentang Pengupahan. Tujuan pengkajian ulang ini adalah untuk mencari nominal upah yang sesuai untuk upah buruh tersebut dengan mempertimbangkan laju inflasi. Solusi kedua adalah meneliti harga pasaran kebutuhan pokok sehari-hari sehingga upah buruh dapat disesuaikan dengan harga kebutuhan pokok dan memberikan keringanan berupa penurunan harga kebutuhan pokok khusus buruh. Apabila tidak bisa menurunkan kebutuhan pokok, tindakan lainnya adalah mengkondisikan perusahaan tempat buruh bekerja untuk memperhatikan kebutuhan sehari-hari buruh dengan memberikan kebutuhan sehari-hari buruh yang bekerja diperusahaan mereka, caranya bisa dengan memberikan kebutuhan bulanan seperti sembako untuk para buruh secara rutin setiap bulan, dengan begini dapat mengurangi ke biaya pengeluaran bulanan para buruh. Itu adalah beberapa solusi yang bisa diambil perusahaan maupun pemerintah dalam  menangani kebutuhan pokok. Untuk kebutuhan pendidikan, pemerintah maupun perusahaan bisa bekerja sama dengan memanfaatkan tenaga pendidik muda atau lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang pendidikan untuk bekerja sama dalam memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anak buruh yang memerlukan pendidikan untuk usia sekolah dengan ini dapat membantu para buruh dalam meringankan biaya pendidikan anak-anaknya. Kepada para buruh laki-laki yang berkeluarga dan memiliki istri, perusahaan atau pemerintah dapat memberikan keterampilan khusus seperti menjahit, atau membuat kerajinan tangan yang nantinya skill ini akan sangat berguna dalam membantu perekonomian keluarga mereka. Beberapa kebijakan tersebut bisa berupa Corporate Social Responsibility perusahaan dalam mengatasi kebijakan PP Nomer 78 tentang pengupahan.

Itulah opini penulis tentang Penolakan Buruh Nomor 78 tentang pengupahan. Beserta solusi yang diambil oleh para pihak terkait untuk mengatasi perekonomian dan kesejahteraan buruh Indonesia. Karena semua masalah pasti ada solusinya.

No comments:

Post a Comment