Pengaruh Liberalisme Terhadap Perdaganan Kopi Indonesia
Berdasarkan hasil riset dari Indonesia Investment, negara Indonesia merupakan penghasil kopi
nomor 4 terbesar di dunia setelah
Brazil, Vietnam dan Kolombia dalam segi kuantitas, namun kualitas menduduki
peringkat nomor 2 setelah Brazil. Mengapa demikian? Karena Indonesia memiliki
jenis-jenis kopi yang beragam mulai yang tersebar diseluruh nusantara baik dari
pulau Sumatera sampai dengan Merauke. Jenis yang beragam itu terdiri dari kopi
Robusta dan Arabika yang dimana setiap daerah memiliki varietas masing-masing.
Tentunya juga memiliki kualitas terbaik dan rasa yang sangat sedap sehingga
banyak orang memburunya baik itu individu maupun perusahaan perusahaan waralaba
internasional.
Berdasarkan uraian diatas, jenis kopi yang paling laku
dari kopi Indonesia adalah jenis kopi arabika. Karena biji kopi arabika adalah
biji kopi kualitas terbaik yang kadar kafeinnya lebih rendah dari robusta dan
memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Dari varietasnya sendiri yang paling populer
adalah arabika gayo dari Aceh yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi serta rasanya
yang kuat dan sedikit aksen rempah rempah dan beraroma bunga diikuti kopi
arabika Toraja yang memiliki rasa yang kuat, namun dengan keasaman yang lebih
rendah dan cita rasa rempah. Selain itu ada kopi java ijen yang beraroma segar
dengan tingkat keasaman rendah dan cita rasa kacang mente, lalu ada kopi dari
bali Kintamani yang banyak diburu turis mancanegara yang berkunjung ke bali
karena memiliki cita rasa jeruk yang menyegarkan.
Pada era sekarang gaya hidup masyarakat semakin
berkembang seiring berjalannya waktu. Kebutuhan memenuhi gaya hidup modern
membuat meningkatnya jumlah pencinta kopi dari seluruh dunia yang berpengaruh
pada meningkatnya permintaan kopi pada dewasa ini. Indonesia selaku salah satu
negara penghasil kopi di dunia tentu turut mendapat imbasnya. Salah satunya
adalah Indonesia menjadi suplier bahan mentah biji kopi untuk perusahaan
waralaba yang menyediakan kopi sebagai menu sajian merekan yaitu Starbucks.
Starbucks merupakan warung kopi global asal Amerika yang
dimiliki oleh Howard Schultz. Indonesia memasok biji kopi ke Starbucks yang
bermarkas di Seattle, amerika serikat. Sejak saat itulah Starbucks begitu lekat
dengan Indonesia. Jaringan Starbucks sendiri sebenarnya membuka gerai di
Indonesia untuk pertama kali sejak tahun 2002 yang dibidani oleh Anthony
Cottan, seorang pria asal Inggris yang pertama kali membuka gerai Starbuncks
dan sebelas tahun kemudian telah terdapat 160 gerai di Indonesia berdasarkan data dari MAP.
Menurut opini saya starbukcs ini adalah salah satu output
dari persfektif liberalis, karena jaringan nya dikendalikan oleh pusatnya yang
ada di Amerika. Karena saham dipegang oleh pusat yang berada di Amerika,
otomatis mereka dapat mengendalikan kemana arus pemasokan Starbucks itu
sendiri, dan lagi keuntungannya pun
lebih besar menuju pusat, hanya sekian persen dari keuntungan tersebut
masuk ke kas negara melalui pajak. Dan pada kenyataannya keuntunga mereka
menjadi berlipat karena modal yang digunakan untuk membeli bahan mentah
terbilang murah. Harga kopi per 100 gram sendiri untuk arabika dari Gayo
mencapai 17.000 Rupiah, sedangkan untuk secangkir kopi dengan penyajian tubruk
di Starbucks adalah Rp. 30.000 sampai Rp. 40.000 dan untuk membuat per gelasnya
hanya dibutuhkan 10 gram biji kopi segar. Inilah yang membuat para pemegang
saham dan gerai waralaba Starbucks menjadi meraup keuntungan yang berlipat
ganda.
Dari pajak gerai waralaba tahun
2015 pajak untuk restoran seperti Starbucks adalah 10% jadi ditotal apabila
kita menikmati secangkir kopi dari starbucks total biaya yang kita keluarkan
adalah sebesar Rp. 33.000. Kemudian di kalkulasikan lagi dengan modal yang dikeluarkan untuk secangkir kopi,
yaitu sebesar Rp. 1.700 berarti
keuntungan yang didapat oleh Starbucks sebesar Rp. 28.000. Berdasarkan
kalkulasi tersebut, banyak sekali keuntungan yang diraup oleh Starbucks untuk
satu cangikirnya, dan karena globalisasi, membuat masyarakat Indonesia memiliki
budaya konsumtif membuat budaya ngopi-ngopi yang awalnya diwarung menjadi tren
masa kini sehingga Starbucks sendiri tidak pernah kesepian pelanggan karena
ngopi-ngopi di Starbucks membuat prestise yang lebih bagi sebagian kalangan
terutama kalangan sosialita yang tentunya menginginkan hal-hal yang lebih
berkelas, tentunya Starbucks merupakan tempat paling pas untuk menikmati
secangkir kopi atau sekadar berkumpul dengan teman-teman.
Berdasarkan artikel yang dimuat
di agrofarm.com ada potensi yang bisa dikembangkan dari kopi Indonesia ini,
karena penikmat kopi berasal dari berbagai kalangan, terutama kalangan
mahasiswa yang memiliki dompet tidak terlalu tebal, bisa mengembangkan usaha
dari kedai kopi yang menjual berbagai macam jenis kopi nusantara dengan harga
yang sesuai dengan kantong mahasiswa namun dengan rasa dan sensasi yang tidak
kalah dengan dengan kopi yang disajikan di cafe kelas tinggi cukup dengan
kemampuan kreatif mengolah kopi dan kemasan kedai yang menarik adalah dua hal
yang dapat membuat para pelanggan tertarik untuk berkunjung. Jadi kesempatan
untuk para wirausahawan muda yang berminat untuk membuka bisnis dibidang kopi
masih sangat terbuka lebar. Dengan begitu produk merek lokal dapat menjadi
pilihan untuk menikmati kopi dan mampu bersaing dengan kedai-kedai sekelas
Starbucks.
No comments:
Post a Comment