Saturday, November 21, 2015

Pengaruh Liberalisme Terhadap Perdaganan Kopi Indonesia

Berdasarkan hasil riset dari Indonesia Investment,  negara Indonesia merupakan penghasil kopi nomor 4 terbesar  di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia dalam segi kuantitas, namun kualitas menduduki peringkat nomor 2 setelah Brazil. Mengapa demikian? Karena Indonesia memiliki jenis-jenis kopi yang beragam mulai yang tersebar diseluruh nusantara baik dari pulau Sumatera sampai dengan Merauke. Jenis yang beragam itu terdiri dari kopi Robusta dan Arabika yang dimana setiap daerah memiliki varietas masing-masing. Tentunya juga memiliki kualitas terbaik dan rasa yang sangat sedap sehingga banyak orang memburunya baik itu individu maupun perusahaan perusahaan waralaba internasional.

Berdasarkan uraian diatas, jenis kopi yang paling laku dari kopi Indonesia adalah jenis kopi arabika. Karena biji kopi arabika adalah biji kopi kualitas terbaik yang kadar kafeinnya lebih rendah dari robusta dan memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Dari varietasnya sendiri yang paling populer adalah arabika gayo dari Aceh yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi serta rasanya yang kuat dan sedikit aksen rempah rempah dan beraroma bunga diikuti kopi arabika Toraja yang memiliki rasa yang kuat, namun dengan keasaman yang lebih rendah dan cita rasa rempah. Selain itu ada kopi java ijen yang beraroma segar dengan tingkat keasaman rendah dan cita rasa kacang mente, lalu ada kopi dari bali Kintamani yang banyak diburu turis mancanegara yang berkunjung ke bali karena memiliki cita rasa jeruk yang menyegarkan.

Pada era sekarang gaya hidup masyarakat semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Kebutuhan memenuhi gaya hidup modern membuat meningkatnya jumlah pencinta kopi dari seluruh dunia yang berpengaruh pada meningkatnya permintaan kopi pada dewasa ini. Indonesia selaku salah satu negara penghasil kopi di dunia tentu turut mendapat imbasnya. Salah satunya adalah Indonesia menjadi suplier bahan mentah biji kopi untuk perusahaan waralaba yang menyediakan kopi sebagai menu sajian merekan yaitu Starbucks.

Starbucks merupakan warung kopi global asal Amerika yang dimiliki oleh Howard Schultz. Indonesia memasok biji kopi ke Starbucks yang bermarkas di Seattle, amerika serikat. Sejak saat itulah Starbucks begitu lekat dengan Indonesia. Jaringan Starbucks sendiri sebenarnya membuka gerai di Indonesia untuk pertama kali sejak tahun 2002 yang dibidani oleh Anthony Cottan, seorang pria asal Inggris yang pertama kali membuka gerai Starbuncks dan sebelas tahun kemudian telah terdapat 160 gerai  di Indonesia berdasarkan data dari MAP.

Menurut opini saya starbukcs ini adalah salah satu output dari persfektif liberalis, karena jaringan nya dikendalikan oleh pusatnya yang ada di Amerika. Karena saham dipegang oleh pusat yang berada di Amerika, otomatis mereka dapat mengendalikan kemana arus pemasokan Starbucks itu sendiri, dan lagi keuntungannya pun  lebih besar menuju pusat, hanya sekian persen dari keuntungan tersebut masuk ke kas negara melalui pajak. Dan pada kenyataannya keuntunga mereka menjadi berlipat karena modal yang digunakan untuk membeli bahan mentah terbilang murah. Harga kopi per 100 gram sendiri untuk arabika dari Gayo mencapai 17.000 Rupiah, sedangkan untuk secangkir kopi dengan penyajian tubruk di Starbucks adalah Rp. 30.000 sampai Rp. 40.000 dan untuk membuat per gelasnya hanya dibutuhkan 10 gram biji kopi segar. Inilah yang membuat para pemegang saham dan gerai waralaba Starbucks menjadi meraup keuntungan yang berlipat ganda.

Dari pajak gerai waralaba tahun 2015 pajak untuk restoran seperti Starbucks adalah 10% jadi ditotal apabila kita menikmati secangkir kopi dari starbucks total biaya yang kita keluarkan adalah sebesar Rp. 33.000. Kemudian di kalkulasikan lagi dengan  modal yang dikeluarkan untuk secangkir kopi, yaitu sebesar Rp. 1.700  berarti keuntungan yang didapat oleh Starbucks sebesar Rp. 28.000. Berdasarkan kalkulasi tersebut, banyak sekali keuntungan yang diraup oleh Starbucks untuk satu cangikirnya, dan karena globalisasi, membuat masyarakat Indonesia memiliki budaya konsumtif membuat budaya ngopi-ngopi yang awalnya diwarung menjadi tren masa kini sehingga Starbucks sendiri tidak pernah kesepian pelanggan karena ngopi-ngopi di Starbucks membuat prestise yang lebih bagi sebagian kalangan terutama kalangan sosialita yang tentunya menginginkan hal-hal yang lebih berkelas, tentunya Starbucks merupakan tempat paling pas untuk menikmati secangkir kopi atau sekadar berkumpul dengan teman-teman.

Berdasarkan artikel yang dimuat di agrofarm.com ada potensi yang bisa dikembangkan dari kopi Indonesia ini, karena penikmat kopi berasal dari berbagai kalangan, terutama kalangan mahasiswa yang memiliki dompet tidak terlalu tebal, bisa mengembangkan usaha dari kedai kopi yang menjual berbagai macam jenis kopi nusantara dengan harga yang sesuai dengan kantong mahasiswa namun dengan rasa dan sensasi yang tidak kalah dengan dengan kopi yang disajikan di cafe kelas tinggi cukup dengan kemampuan kreatif mengolah kopi dan kemasan kedai yang menarik adalah dua hal yang dapat membuat para pelanggan tertarik untuk berkunjung. Jadi kesempatan untuk para wirausahawan muda yang berminat untuk membuka bisnis dibidang kopi masih sangat terbuka lebar. Dengan begitu produk merek lokal dapat menjadi pilihan untuk menikmati kopi dan mampu bersaing dengan kedai-kedai sekelas Starbucks.

No comments:

Post a Comment